Cinta, lebih dari sekadar emosi, adalah peristiwa metafisik yang melampaui indra, menghubungkan jiwa dengan kerinduan akan penyatuan (wishal).
Dalam bahasa Indonesia, kata “cinta” terlalu luas dan kabur, mencakup nafsu duniawi hingga pengabdian ilahi. Keterbatasan ini menyulitkan wacana mistisisme yang menuntut ketelitian, seperti dalam tradisi Arab/Persia yang membedakan “mahabbah” (cinta ilahi yang tenang), “‘isyq” (kerinduan membara), dan “hawa” (nafsu duniawi).
Cinta memiliki tingkatan:
- Rasa butuh: Jiwa merindu kepuasan, bagai akar di tanah kering.
- Rasa memiliki: Keinginan menguasai, yang sering menjebak kebebasan.
- Rasa menjadi: Jiwa menyerupai atau ingin melebur dengan yang dicintai.
- Rasa menyatu: Batas “aku” dan “engkau” luruh, mencapai harmoni mutlak.
Cinta melahirkan Sang Pecinta (al-muhibb), jiwa yang merindukan kesempurnaan, dan Sang Tercinta (al-mahbub), yang bisa berupa sesama makhluk atau Sang Maha Sempurna. Keduanya bersifat metafisik, lahir dari dan kembali ke samudera cinta.
Para mistikus menawarkan wawasan mendalam:
- Jalaluddin Rumi menggambarkan cinta sebagai anggur yang menghancurkan ego, memabukkan jiwa hingga melupakan diri menuju penyatuan ilahi.
- Fariduddin Attar, dalam Mantiq-ut-Tair, mengibaratkan cinta sebagai perjalanan burung-burung ruh menuju Sang Simurgh, simbol Sang Maha Sempurna, di mana pencari dan yang dicari menyatu.
- Ibnu Arabi melihat cinta sebagai cermin wujud ilahi, di mana Pecinta dan Tercinta adalah refleksi kesatuan eksistensial dalam doktrin wahdat al-wujud (kesatuan wujud).
- Ibnu Faridh menyelami cinta sebagai lautan ekstase, di mana jiwa larut dalam keindahan ilahi, melampaui batas-batas duniawi.
Mulla Sadra, melalui Hikmah Muta’aliyah, menyatakan cinta adalah gerak substansial jiwa menuju kesempurnaan, di mana Pecinta menjadi cermin Tercinta, mirip penyatuan akal dan yang diketahui (ittihad al-aqil wal ma’qul). Dalam mistisisme, istilah “cinta” sering diganti metafora—samudera, cahaya, anggur—untuk menghindari ambiguitas bahasa.
Cinta terwujud dalam dua dimensi:
- Horisontal: Harmoni antarmanusia, saling menyempurnakan dalam keterbatasan.
- Vertikal: Cinta kepada Sang Mutlak, yang memberi tanpa membutuhkan, seperti cahaya yang menerangi tanpa bergantung pada yang disinari.
Cinta adalah denyut alam semesta, menyatukan Pecinta dan Tercinta dalam misteri eksistensi. Para mistikus ini, melalui simbol dan metafora, mengajak kita merenungi samudera cinta yang tak terucap, hanya dapat dirasakan dalam keheningan.
