Umat Muslim memang menolak klaim ketuhanan Jesus, namun memposisikannya sebagai manifestasi (perwujudan) Ilahi. Paradigma (pola pikir) yang sama berlaku bagi Nabi Muhammad SAW—sebagai manifestasi (perwujudan) utama Sang Ilahi. Pengagungan terhadapnya tidak melucuti aspek (segi) kemanusiaannya, sebab dalam keyakinan Islam, beliau adalah Nabi termulia yang sekaligus tetap sebagai hamba. Keagungan dan kehambaan bukanlah dua kutub yang bertentangan, melainkan dua aspek (segi) yang menyatu dalam diri seorang manusia sempurna.
Dalam konteks (kerangka) ini, afinitas (kesesuaian) atau kesenyawaan menjadi konsep (pengertian) kunci. Dalam sains, afinitas (kesesuaian) menjelaskan hukum ikatan kimia antarunsur. Dalam metafisika (ilmu ketuhanan), ia menegaskan bahwa yang suci tidak bersenyawa dengan yang tidak suci, bahwa ada jarak eksistensial (keberadaan) antara Yang Mutlak dan yang nisbi (relatif). Hubungan langsung antara dua entitas (wujud) yang berbeda secara diametral (bertentangan) melahirkan paradoks (pertentangan), dan para filsuf (ahli falsafah)—dari Socrates hingga Mulla Sadra, serta para mistikus (ahli tasawuf) seperti Ibn Arabi dan Rumi—telah berusaha merumuskan jalan keluar melalui konsep (pengertian) tajalli (penampakan Ilahi) dan gradasi (tingkatan) wujud.
Hukum relativitas (kerelatifan) eksistensial (keberadaan) meniscayakan (mengharuskan) adanya jarak antara entitas (wujud)-entitas tersebut. Karena itu, diperlukan media (perantara) yang berfungsi sebagai penghubung. Media (perantara) ini harus memenuhi beberapa syarat:
- Memuat dua sisi relasi (hubungan) dan arus.
- Berbeda dengan kedua entitas (wujud) yang dihubungkannya.
- Bukan Tuhan, sebab jika demikian, fungsi penghubungnya gugur.
- Menghimpun karakteristik (ciri) mutlak dan nisbi (relatif), transenden (melampaui) dan imanen (hadir).
- Manusia, sebab hanya manusia yang dapat menjadi penghubung bagi manusia lainnya.
- Manusia sempurna, sebab hanya yang sempurna yang dapat menjadi mediator (perantara) bagi yang tidak sempurna.
Nabi Muhammad SAW adalah jawaban atas semua persyaratan tersebut. Syahadat yang lengkap menegaskan posisinya: “Asyhadu anna Muhammadan abduhu wa rasuluh” (Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya). Beliau adalah entitas (wujud) imanen (hadir) yang hidup dalam sejarah, sekaligus entitas (wujud) transenden (melampaui) sebagai manifestasi (perwujudan) nama dan sifat Tuhan. Sebagai manusia sempurna (insan kamil), beliau adalah cahaya kedua yang memantulkan kesucian Ilahi.
Dalam kesadaran mistis (irfan)-filosofis (falsafah), Nabi Muhammad bukan hanya pribadi historis (sejarah), tetapi juga entitas (wujud) eksistensial (keberadaan) yang melampaui waktu. Di sinilah shalawat menemukan makna mendalamnya. Shalawat—yang secara bahasa merupakan bentuk jamak dari shalat—tidak hanya dimaknai sebagai doa untuk Nabi, tetapi lebih sebagai deklarasi (pernyataan) konektivitas (keterhubungan) eksistensial (keberadaan). Shalawat adalah medium (perantara) penyambung (shilah) antara manusia dan Tuhan, antara yang terbatas dan Yang Tak Terbatas.
Melalui shalawat, manusia menyadari keterhubungannya dengan Sang Mediator (Perantara) Utama, Nabi Muhammad, yang pada gilirannya menghubungkan mereka dengan Tuhan. Shalawat bukan sekadar ritual (upacara) verbal (lisan), tetapi pengakuan terhadap peran Nabi sebagai perwujudan sifat-sifat Ilahi: al-Aziz, al-Rauf, al-Rahim, dan lainnya. Beliau hadir sebagai entitas (wujud) interval (jarak) yang mempertemukan humanitas (kemanusiaan) transenden (melampaui) dan divinitas (ketuhanan) imanen (hadir), bukan untuk diturunkan ke dalam imajinasi (khayalan) fisikal (jasmani)-manusiawi, tetapi untuk diteladani sebagai manifestasi (perwujudan) sempurna kehendak-Nya di muka bumi.
Dengan demikian, Muhammad SAW bukan hanya seorang Nabi, tetapi juga prinsip (asas) mediasi (perantaraan) yang memungkinkan manusia mendekatkan diri kepada Tuhan tanpa mengaburkan batasan antara Khalik dan makhluk. Dalam dirinyalah, Tuhan yang transenden (melampaui) menjadi imanen (hadir), dan manusia yang terbatas menemukan jalan menuju Yang Tak Terbatas.