Seorang mantan pejabat tinggi dan pakar hukum kerap menarik perhatian dengan cara mengungkap isu sensitif di media sosial dan podcast. Dalam kasus terbaru, ketika diminta lembaga anti-korupsi melaporkan dugaan penyimpangan proyek infrastruktur, ia menjelaskan bahwa informasi tersebut bukan dari dirinya, melainkan dari media daring yang ia gemakan. Dengan nada mengarahkan, ia menyarankan lembaga cukup memanggilnya untuk keterangan.
Pola ini bukan hal baru. Berlatar belakang ahli hukum dan pengalaman pemerintahan, ia kerap menggunakan platform publik untuk menyoroti dugaan pelanggaran yang belum terverifikasi. Gaya penyampaiannya yang penuh otoritas sering terasa seperti mengarahkan diskusi, bukan sekadar berbagi pandangan.
Dampaknya terlihat dalam beberapa kasus sebelumnya, seperti dugaan pembunuhan perwira tinggi (2022) yang ia sebut sebagai kejahatan terorganisir sebelum penyidikan selesai, atau kritik terhadap dugaan penyimpangan anggaran kementerian. Publik terbagi: ada yang memuji keberaniannya, ada yang menganggap pernyataannya terlalu dini dan mengganggu proses hukum.
Meski mampu mengangkat isu penting, gaya yang terlalu mengarahkan tanpa langkah konkret seperti laporan resmi memicu pertanyaan: apakah tujuannya mendorong keadilan atau menjaga perhatian publik? Institusi hukum pun menghadapi tantangan menyeimbangkan prosedur formal dengan tuntutan responsif terhadap sinyal publik.
Dengan pengaruhnya, tokoh ini berpeluang tidak hanya mengarahkan diskusi, tetapi juga mendukung solusi nyata dengan mendorong proses hukum langsung. Suara yang bijaksana adalah yang menginspirasi tanpa memaksakan satu narasi sebagai satu-satunya kebenaran.