Banyak orang salah memahami status hukum agama (fikih) babi sehingga mengira hukum haram yang ditetapkan atas babi berlaku secara mutlak alias dalam segala kondisi. Salah satu indikatornya adalah pertanyaan yang kemarin diajukan kepada saya: “Apa hukum menggunakan skincare dan kosmetik yang mengandung unsur babi? Haramkah?”
Saya katakan, “saya tidak kompeten soal fikih tapi sependek yang saya ketahui, tidak haram.” Dia kaget dan agak meragukan validitas jawaban saya karena terkesan longgar. Akhirnya saya beri penjelasan seputar hukum penggunaan produk tersebut dalam beberapa poin berikut:
1. Dasar Konsep Halal dan Haram: Keharaman (ḥarām) secara syar’i pada dasarnya melekat pada perbuatan tertentu, bukan semata-mata pada bendanya. Perbuatan yang diharamkan tersebut antara lain:
- Memakan benda yang najis, seperti daging babi.
- Meminum cairan yang najis atau memabukkan, seperti alkohol.
- Menggunakan benda yang suci namun diharamkan penggunaannya, seperti perhiasan emas murni bagi laki-laki.
2. Hukum Khusus untuk Skincare/Kosmetik Berbahan Babi:
- Dari Segi Penggunaan (Luar Tubuh): Hukum mengoleskan skincare atau kosmetik yang terbuat dari lemak atau turunan babi bukanlah perbuatan yang haram, karena ia bukan termasuk perbuatan memakan atau meminum. Perbuatan intinya (mengoles) adalah dibolehkan.
- Dari Segi Status Najis: Meski boleh dioleskan, bahan babi tersebut statusnya tetap najis. Oleh karena itu, kulit yang diolesi produk tersebut menjadi terkena najis.
- Konsekuensi untuk Ibadah: Konsekuensi utama dari point ini adalah untuk ibadah yang mensyaratkan kesucian dari hadats dan najis, seperti shalat. Sebelum melaksanakan shalat, pengguna wajib menghilangkan produk najis tersebut dari kulit dan anggota badan lainnya hingga benar-benar suci. Jika tidak, shalatnya tidak sah.
3. Status Keharaman dan Kenajisan Babi:
- Babi serta segala turunannya (seperti lemak) dan segala zat yang memabukkan adalah najis.
- Keharaman utama babi adalah pada konsumsi (dimakan atau diminum).
- Sebagai hewan, babi tidak boleh dibunuh kecuali untuk tujuan yang dibenarkan syariat (seperti menjadi hama atau membahayakan), dan lebih lagi dilarang untuk menyiksanya, sebagaimana perlindungan terhadap hewan pada umumnya.
Catatan Tambahan: Pendapat lain menyebutkan bahwa kemiripan biologis yang tinggi antara babi dan manusia (mencapai 99% dalam hal genetik dan sifat biologis tertentu) merupakan salah satu hikmah wisdom (‘illah) di balik larangan konsumsinya, untuk menghindari potensi bahaya dan penularan penyakit.
Kesimpulan: Menggunakan skincare dari babi tidak haram dari segi aktivitas mengoleskannya, tetapi menjadikan kulit bernajis. Kewajiban kemudian adalah menyucikan diri dari najis tersebut sebelum menunaikan shalat.